Asa Yang Hampir Terlupakan
Kilas balik ke masa lalu, beberapa puluh tahun yang silam terbayang kembali betapa talenta menulis itu sesungguhnya memang sudah ada. Saat masih di sekolah dasar nilai mengarang dalam pelajaran bahasa Indonesia selalu mendapat nilai delapan puluh ke atas. Ketika disuruh mengisi lembaran biodata biasanya ada kolom menuliskan hobi atau kegemaran dan jawabannya juga membaca dan menulis. Begitu menginjak masa remaja saya belajar menulis diary. Pada masa itu membuat catatan harian pribadi dalam sebuah buku harian memang trendy banget di kalangan remaja seusiaku. Apalagi saat itu para remajanya sangat giat membaca majalah cerpen Anita yang ceritanya asyik punya. Mungkin inspirasi buat ngediary juga sebagian diilhami oleh isi cerpen remaja tahun delapan puluhan itu. Wah! seru deh kalau sudah cerita masa remaja zaman pra digital. Nah, ketika sudah berkeluarga dan menjadi seorang istri dan ibu, serial talenta menulis ini lain lagi. Banyak kejadian atau peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga dituangkan dalam kertas (bukan bentuk diary lagi). Lalu kertas itu disimpan, diselip-selip (Maklum setelah menjadi ibu rumah tangga sistem pengarsipan sedikit kurang rapi). Apalagi bila ada pemicu yang tidak sanggup dilisankan, sudah pasti sasarannya adalah pulpen dan kertas…ide mengalir lancar (curhat di atas kertas ceritanya) tanpa dikonsep.
Pada akhir bulan September tahun 2020 berkat sebuah tautan yang dibagi dalam sebuah grup WhatsApp saya jadinya bergabung dalam sebuah grup menulis. Saya begitu antusias membaca teks percakapan yang banyak disuarakan oleh mereka yang saya lihat sudah pada mahir dan berpengalaman dalam dunia tulis menulis. Makin penasaran…aduh bisa tidak ya kalau saya seperti mereka? (batinku). Pokoknya ikut saja, toh juga nanti dibimbing dalam kuliah W.A. Apalagi ketika baru dua hari gabung dalam grup, saya langsung nekat buat blog dan langsung ngeblog (Terima kasih buat omjay atas motivasi dan inspirasi yang setiap hari diberikan). Walhasil saya bisa punya blog sendiri dan salah satu haslnya sebuah tulisan saya dalam blog diterbitkan dalam sebuah harian surat kabar local guna menyambut bulan bahasa 28 Oktober 2020. Alhamdulillah (senang bukan kepalang…weih)π
Dalam grup menulis asuhan omjay dan rekan disampaikan bahwa kuliah W.A akan dimulai senin 5 Oktober 2020. Siap tentunya kalau mau maju. Pas, materi pertama pada pertemuan awal itu dinakodai oleh mas Abdul Hakim Busro. Melihat flyer yang dibagikan di grup, terlihat bahwa sang pemateri masih muda dan asyik gitu. Dan memang benar mas pemateri itu memang asyik suaranya kayak announcer/penyiar radio yang pada masa remaja saya sangat digandrungi oleh cewek cewek, pokoknya modulasi mas pemateri muantap. Gaya penyampaiannya juga bervariasi dan tidak membosankan. Nampaklah bahwa beliau ini sudah lebih berpengalaman dalam dunia literasi. Pantas bila omjay menggandengnya dalam team grup menulis.πππ
Banyak hal penting yang saya dapatkan dalam paparan yang disampaikan dengan gaya luwes sang pemateri. Satu di antaranya yang bisa saya garis bawahi adalah bahwa” siapa yang tidak bisa membunuh ketakutan maka ketakutan itulah yang akan membunuhnya”wow…surprise bin super kalimatnya. Terus ada satu lagi hal yang paling penting yakni ‘kata’. Hanya dengan kata kita bisa menggenggam dunia, menggenggam berjuta impian, dan meningkatkan kualitas hidup. Asyik ya? Gimana sih caranya berkenalan dengan yang namanya si ‘kata’ itu? . Dahsyat sekali!
Pada dasarnya kata bisa diartikan sebagai kumpulan beberapa huruf yang mengandung arti. Kemudian bila kata -kata dikumpulkan maka akan menjadi sebuah kalimat yang bisa mewakili pikiran seseorang misalnya gagasan, harapan ,keinginan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kondisi emosi seseorang. Patutlah bila kata dapat diibaratkan sebagai sebuah senjata. Lantas untuk dapat mengenal kata secara lebih dekat caranya bagaimana? Adakah resep khusus untuk menjeratnya? Mengutip bahasa yang disampaikan mas pemateri, ternyata untuk bisa akrab dengan yang namanya kata itu seseorang harus rajin ‘membaca’ Yah! membaca apa saja, topik apa saja dari sumber yang beragam silahkan dibaca. Membaca harus dijadikan sebagai sebuah kebiasaan atau budaya baik di rumah, di sekolah, tempat kerja atau dimana saja kita berada.
Mengapa kita harus rajin membaca? Tentu saja karena ada manfaat yang sangat besar yang didapatkan dari kegiatan itu. Makin sering membaca makin bertambah kosa kata dan pengetahuan kita akan gaya atau irama menulis seorang penulis. Sehingga tanpa disadari wawasan pemikiran kita akan menjadi luas karena membaca. Kalau berbicara tentang sebuah kata sekilas nampak sederhana saja. Namun, bila kita telusuri lebih jauh lagi ternyata di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) terdapat ratusan ribu jumlah kata. Di antara sekian banyak kata –kata tersebut terdapat kata-kata yang aktif dan juga yang tidak aktif. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menguasai lebih banyak kata-kata yang aktif? Jawabannya tidak lain adalah kita harus rajin membaca dan terus membaca bermacam-macam jenis bacaan agar semakin banyak kosa kata yang aktif. Tidak bisa disangkal bahwa penulis yang berbeda akan menggunakan kata, kalimat, dan gaya bahasa yang berbeda satu dengan yang lainnya. Nah, di sinilah tempatnya kita bergaul akrab dengan kata-kata baru. Pada dasarnya kata itu makin sering kita berinteraksi dengannya maka akan semakin mudah bagi kita untuk memanggilnya manakala kita perlu. Itulah sebabnya dikatakan bahwa buku adalah jendela dunia dan kata adalah senjata. Semoga apa yang saya goreskan dalam tulisan sederhana ini dapat menjadi pendorong terutama bagi diri saya dan juga sahabat-sahabat yang lain untuk terus membudayakan ‘membaca dan membaca’. Semoga dengan membaca kita akan menggenggam segala asa yang pernah ada dan sekaligus menyemai benih-benih haus ilmu dalam diri kita masing-masing. Aamiin ya rabbal alamin
Kerenn tulisannya. Sy yakin ibu sdh terbiasa menulis
BalasHapusTerima kasih banyak sayang π ndak sih, cuma kalau lagi ada ide ya gitu. Yuk Bu kita tetap saling menyemangati. Senangat bersama πππ
HapusBagus banget bu, awal nulis di blog langsung dimuat, berarti sudah terbiasa nulis,
BalasHapusMasya Allah terima kasih banyak atas respon positifnya. Sesungguhnya saya hanya spekulasi ngirim artikel karena tidak P.D. Eh, ndak taunya dimuat. Ibu sudab tidak muda lagi, takut sama yang lebih gesit dan idenya lebih ok. semangat untuk maju bersama
HapusWow,.....excellent. sudah keliatan biasa nulis...mhn bimbingan n masukannya ya
BalasHapusSaya ikut berkomentar ya!
BalasHapusBagus bahasanya, rapi juga penulisannya. Namun, saran saya, lebih bagus, paragraf jangan terlalu panjang! Sebab, terlihat capek sekali dibaca. Hehe..
Lebih bagus dengan paragraf-paragraf pendek saja, maksimal mungkin tiga kalimat. Sebab, kalau terlalu panjang, terkesan mumet.
Sip, semangat terus menulis!
Siap π terimakasih banyak atas masukan nya π iya juga ya? Lihat kalimat padat, capek duluanπ¬π
HapusRapi penulisan nya bu, isinya tepat.
BalasHapusMari sama-sama tetap merangkai kata demi merajut kalimat bermakna.
Terima kasih pak Siregar π tetap siap menerima kritik dan saran perbaikan. Semangat bersama πππ
HapusWaah dah biasa curhat ini ya, jadi sudah ndak kaku lagi.
BalasHapusπ¬π¬π¬π kalau gak pake gaya bahasa berbicara kayak begitu idenya sering tidak mengalir. Pasti masih banyak kekurangan dan butuh banyak pengetahuan lagi untuk melengkapi. Terima kasih banyak sudah mampir π
Hapus